Percepatan Legislasi yang Mengundang Sorotan
Percepatan pembahasan RUU Penyesuaian Pidana kembali menjadi perhatian publik karena berjalan lebih cepat dari pola legislasi normal. DPR beralasan bahwa penyesuaian sejumlah pasal pidana sudah mendesak untuk mengimbangi perkembangan hukum dan tuntutan penegakan kejahatan modern. Namun, publik melihat adanya sejumlah celah yang memunculkan pertanyaan tentang transparansi dan kualitas proses. Ketidaksesuaian antara urgensi hukum dan ritme percepatan politik sering membuat pembahasan RUU menjadi sulit dipercaya oleh masyarakat.
Kebutuhan Akan Dasar Hukum yang Mutakhir
Salah satu pendorong percepatan adalah kebutuhan untuk memperbarui pasal-pasal pidana yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Tantangan seperti kejahatan siber, perubahan pola kriminalitas, serta perkembangan teknologi membuat sejumlah aturan lama sulit untuk diterapkan secara efektif. Pemerintah dan DPR menilai pembaruan hukum perlu dilakukan cepat agar tidak terjadi kekosongan norma. Tanpa revisi, aparat dapat kesulitan menegakkan aturan ketika berhadapan dengan modus kejahatan baru.
Publik Meragukan Keterbukaan Arah Perubahan
Meski argumentasi formalnya jelas, publik tetap merasa ada hal yang tidak sepenuhnya transparan dalam prosesnya. Minimnya publikasi draf terbaru, rapat yang berlangsung singkat, serta terbatasnya ruang konsultasi publik membuat banyak pihak mempertanyakan arah perubahan pasal-pasal tertentu. Ketika pembahasan berjalan terlalu cepat, dikhawatirkan ada pasal-pasal dengan potensi kontroversi yang luput dari diskusi terbuka. Ketiadaan ruang kritik yang memadai dapat mengurangi kualitas legislasi serta membuka peluang adanya pasal multitafsir.
Risiko Pasal Bermasalah Jika Proses Terburu-Buru
Dalam banyak pengalaman, percepatan legislasi kerap memunculkan masalah setelah undang-undang tersebut disahkan. Terkadang ditemukan pasal yang menabrak norma lain, kontraproduktif terhadap kebijakan publik, atau menimbulkan ketidakpastian hukum di lapangan. Hal ini berbahaya ketika menyangkut aturan pidana, karena kesalahan kecil dalam rumusan dapat berdampak besar pada hak masyarakat. Oleh sebab itu, percepatan harus tetap mempertimbangkan ketelitian dan evaluasi menyeluruh sebelum pasal disetujui.
Membangun Standar Transparansi yang Lebih Kuat
Penguatan transparansi dapat menjadi antisipasi atas berbagai kekhawatiran publik. DPR dapat mempublikasikan dokumen-dokumen pembahasan secara berkala, melibatkan akademisi dalam diskusi terbuka, dan menyampaikan penjelasan mengenai alasan percepatan secara rinci. Langkah-langkah ini mampu meningkatkan kepercayaan publik bahwa percepatan bukan dilakukan untuk kepentingan politik tertentu, melainkan murni didasarkan pada urgensi kebutuhan hukum nasional.
Ke depan, kualitas legislasi akan sangat ditentukan oleh sejauh mana prosesnya dijalankan dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Penyesuaian hukum pidana tidak hanya soal memperbarui norma, tetapi juga memastikan bahwa perubahan tersebut benar-benar bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.










